Competition

Diberdayakan oleh Blogger.

Kamis, 18 April 2013

Ambisi Rp3.500 Triliun Sang Alumnus Harvard (Succes Story of Ito Warsito/ CEO BEI)

Ambisi Rp3.500 Triliun Sang Alumnus Harvard
Sabtu, 16 Januari 2010 10:24

Duduk sebagai pucuk pimpinan yang baru di Bursa Efek Indonesia, Ito Warsito menargetkan kapitalisasi pasar bursa menembus angka Rp3.500 triliun pada 2012. Untuk itu, ia membidik BUMN, perusahaan di bidang sumber daya alam, dan perusahaan yang memperoleh kredit bank di atas Rp500 miliar sebagai emiten-emiten baru bursa. Pengalaman panjangnya berkarier di perusahaan sekuritas milik negara menjadi modalnya untuk memimpin pasar saham.

Menduduki posisi direktur utama Bursa Efek Indonesia (BEI) tidak pernah dibayangkan Ito Warsito sebelumnya. Namun, 20 rencana strategis yang ditawarkan Ito dan timnya pada saat kampanye pemilihan direksi BEI pada Juni 2009 lalu telah mengantarkannya ke takhta orang nomor satu BEI periode 2009‒2012. Tugasnya saat ini adalah merealisasikan 20 janji tersebut untuk menjadikan pasar modal yang lebih baik dan maju. Ia menggantikan Erry Firmansyah.

Nama Ito Warsito tidak asing lagi di lantai bursa. Ia sudah malang melintang di dunia pasar modal sejak lama. Ia pernah berkarier di PT Bahana Securities sebagai komisaris utama dan pernah juga mengabdi di PT Danareksa. Pria ini juga sempat menjabat posisi strategis di jajaran PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI). Ia hampir delapan tahun bekerja di Bahana. Pengalamannya yang cukup lama di Bahana dan kedekatannya dengan dunia usaha menjadi poin plus bagi para anggota bursa untuk memilih pria yang satu ini menjadi dirut BEI dalam Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) BEI, 24 Juni 2009. Ia menang mutlak dengan perolehan suara 79 suara dibanding lawannya, I Made Rugeh Ramia, yang hanya meraih 36 suara.

Perjalanan menuju kursi dirut BEI harus dilalui Ito dengan penuh perjuangan. Dia mengaku tidak mengeluarkan dana sepeser pun karena para sponsor anggota bursa yang menanggung pendanaannya. “Saya dicalonkan teman-teman anggota bursa. Keinginan saya untuk memajukan pasar modal dan bursa didukung oleh para anggota bursa sehingga saya dipercaya menjadi dirut BEI saat ini. Pada intinya, 20 rencana strategis saya dan tim adalah meningkatkan pelayanan dan daya saing bursa,” tutur pria yang sempat jatuh sakit karena tifus pada masa kampanyenya, awal Juni 2009 lalu, ini.

Target Kapitalisasi Pasar

Ayah dua orang anak ini mengatakan pada 2012 ia menargetkan tingkat kapitalisasi pasar dapat mencapai Rp3.500 triliun. Dia mengakui fokus pada kapitalisasi pasar ini dilatarbelakangi persaingan investasi global. “Ada tiga sasaran prioritas untuk peningkatan kapitalisasi pasar, yaitu sektor BUMN, perusahaan yang mengelola sumber daya alam, dan perusahaan yang memperoleh kredit bank di atas Rp500 miliar,” tandasnya. Ia berharap adanya peranan pemerintah untuk memacu ketiga sektor tersebut dalam peningkatan kapitalisasi pasarnya.

Menurut Ito, pihaknya berharap perusahaan yang mengelola sumber daya alam Indonesia bisa mencatatkan sahamnya di BEI. “Bukan induk perusahaannya, melainkan unit usaha yang beroperasi di Indonesia, misalnya Newmont Nusa Tenggara atau Freeport Indonesia,” tuturnya. Keuntungannya, imbuh Ito, jika mereka harus melepas saham, harga jualnya lebih mencerminkan harga sebenarnya, bukan harga auditor atau penaksir.

Sementara itu, untuk perusahaan negara, Ito memperkirakan mereka juga membutuhkan pasar modal seperti BEI. “Mereka kan perlu modal untuk pengembangan usaha, sementara anggaran negara tidak selalu bisa memenuhi. Mereka bisa berutang, tetapi ada batasnya,” terang Ito. Ia berharap masuknya perusahaan negara ke BEI bisa dimulai dari Garuda Indonesia, Bank Tabungan Negara, dan 15 BUMN perkebunan yang ada. “Mereka diharapkan dapat meningkatkan jumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang melakukan initial public offering (IPO) di BEI,” tegasnya. Saat ini baru 15 BUMN yang melakukan IPO, antara lain adalah PT Indosat Tbk., PT Telkomsel Tbk., PT Kimia Farma Tbk., dan PT Indo Farma Tbk.

Lanjut Ito, banyak faktor yang membuat indeks melesat. Di antaranya, kepercayaan investor global terhadap Indonesia yang makin tinggi, suksesnya Pemilu Legislatif, dan amannya Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. Di samping itu, ada peluang dari selisih penurunan laba perusahaan dan indeks bursa akibat krisis ekonomi global. Penurunan indeks yang terjadi tahun lalu terlalu drastis karena investor global panik akibat krisis di Amerika Serikat. Mereka banyak melepas saham untuk menutup kerugian di Eropa dan Amerika. Padahal, secara akumulatif, penurunan laba seluruh emiten bursa pada 2008 dibanding 2007 hanya sekitar 20%, tetapi indeks turun lebih dari 50%. Jadi, secara fundamental ada selisih lebih dari 30%. “Per akhir Juli kemarin, kapitalisasi pasar bursa Indonesia sudah kembali ke posisi pada akhir Juli 2008, yakni sekitar Rp1.800 triliun. Selain karena faktor fundamental, ada peran investor domestik, walau sulit diukur berapa besar pengaruh investor domestik, terutama dengan maraknya perdagangan lewat internet,” ujarnya.

Ketika ditanya mengenai potensi kaburnya investor asing dari BEI, Ito menjelaskan bahwa tipe investor global ada dua. Pertama, mereka yang melakukan investasi jangka panjang sembari tetap melakukan jual-beli, tetapi portofolionya tetap. Lalu, kedua, ada hedge fund yang mencari imbal hasil tertinggi. Jadi, uangnya berpindah-pindah terus. “Saya punya pengalaman waktu penawaran saham perdana Bank BRI pada 2002. Alokasi saham dibagi dua, untuk investor asing dan lokal. Namun, dalam dua tahun, porsi investor lokal makin tipis, hanya sekitar 25% dari alokasi awal. Kebanyakan beralih ke investor asing,” ujarnya.

Hingga saat ini, tambah Ito, investor asing masih menguasai 65% portofolio di BEI. Tidak berbeda jauh dibanding tahun lalu, walaupun porsi investor asing sempat turun sekitar Januari. “Sejak April mereka masuk kembali, tapi belum banyak. Baru setelah Pemilu Presiden Juli, makin banyak yang masuk,” ujarnya menjelaskan besarnya investasi asing dibandingkan lokal. Bagaimana dengan perkembangan investor lokal? Dengan asumsi jumlah penduduk Indonesia sekitar 230 juta jiwa dan ada 1% saja masyarakat lokal yang berpotensi menjadi investor di bursa, berarti sebenarnya ada potensi 2,3 juta investor lokal yang bisa diraih BEI. Sementara ini, tercatat baru ada 335.000 investor lokal di bursa. Padahal, di negara tetangga seperti Malaysia saja, bursa sahamnya sudah memiliki sekitar 4 juta investor lokal dari 27 juta penduduk.

Bagi Ito, BEI harus bisa menjadi alternatif sumber pendapatan bagi perusahaan-perusahaan yang masuk ke dalamnya. Maka dari itu, likuiditas perdagangan di BEI harus ditingkatkan. “Untuk itu, kami siap bekerja keras dan melayani. Direksi bursa itu bukan bos, ia justru sebenarnya pelayan bagi anggota bursa yang menjadi pemegang saham,” tandasnya. Ito menuturkan dirinya sudah terbiasa bekerja keras hingga larut malam, sehingga pria yang memiliki prinsip hidup bagai air mengalir ini mengaku tak perlu menyesuaikan diri dengan padatnya jam kerja sebagai dirut BEI. Ito merasa tak perlu ada sesuatu yang berubah dalam menjalani hari-harinya.

Salah satu rencana strategis Ito adalah mulai mempersiapkan demutualisasi bursa. Dengan demutualisasi, nantinya pemegang saham bursa tidak hanya anggota bursa, tetapi juga masyarakat dan emiten. Alhasil, dengan kondisi itu, bursa akan menjadi badan usaha yang berorientasi pada keuntungan. Namun, dikhawatirkan, fungsi melayani anggota bursa menjadi berkurang apabila bursa menjadi badan usaha yang berorientasi keuntungan. Ito menyadari hal tersebut. Oleh karena itu, dia terlebih dahulu mempersiapkan bursa dan anggota bursa agar memiliki sistem dan daya saing yang baik.

Ito mengungkapkan pihaknya ingin BEI dapat menarik investor sebanyak mungkin. Untuk itu, imbuhnya, ke depan, masalah integrasi teknologi informasi (TI) akan lebih ditingkatkan seperti pada PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI) dan PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI). “Dengan penerapan TI, investor akan makin mudah berinvestasi dan mengawasi investasinya di bursa,” tuturnya.

Dalam pandangan Ito, peluang investasi di bursa Indonesia sebenarnya lebih besar dibanding negara-negara ASEAN lainnya. Namun, saat ini jumlah investor asal luar negeri ke Indonesia lebih besar dibandingkan investor lokal. Sayangnya pula, sebagian investor Indonesia lebih tertarik berinvestasi di bursa luar negeri. “Saya kira pemerintah perlu menggalakkan investasi ini melalui Badan Pengawas Pasar Modal-Lembaga Keuangan,” ujar Ito. Ia juga mengungkapkan bahwa prospek pasar saham masih cerah. Namun, ia menyarankan, bagi investor yang tidak punya kemampuan sendiri dalam berinvestasi di bursa saham, lebih baik berinvestasi melalui reksadana dan harus berhati-hati dalam memilih pialang saham.

Kepemimpinan ala Ki Hadjar Dewantara

Soal leadership, Ito mengaku terinspirasi oleh ajaran kepemimpinan Ki Hadjar Dewantara, yaitu Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mbangun Karso, Tut Wuri Handayani. Petuah itu sedikit banyak telah menjadi falsafah yang dijalankan Ito dalam memimpin. Ia menuturkan, selama menjadi pemimpin, dia selalu memotivasi karyawannya untuk maju. “Sebagai pemimpin yang baik, saya selalu mendorong karyawan untuk maju dan mengembangkan kariernya,” paparnya. Jika suatu saat pekerja teladan di perusahaannya memutuskan untuk melanjutkan kariernya di perusahaan lain, maka Ito tak segan-segan mendukungnya asalkan di perusahaan barunya ia mendapatkan gaji yang lebih tinggi atau karier yang lebih tinggi. “Sebab, terkadang kesempatan tidak datang dua kali. Jadi, karyawan tersebut harus dapat memilih yang terbaik bagi dirinya. Hal tersebut sekaligus juga memberikan kesempatan kepada karyawan lain untuk promosi dan berkembang,” ujar pria lulusan HarvardBusinessSchool ini.

Ketika ditanya soal pengalaman pemutusan hubungan kerja (PHK) karyawan, ia mengatakan bahwa hal tersebut dilakukan untuk menyelamatkan masa depan perusahaan dan karyawan. “Saya pernah mem-PHK lebih dari dua ratus karyawan. Sebelum PHK, saya mencoba mencari kompetensi sang karyawan, lalu mereka diberi pelatihan. Jika mereka masih tetap tidak mengalami perkembangan dan kompetensinya tidak sesuai dengan kebutuhan perusahaan, PHK merupakan jalan terakhir bagi mereka. Namun, saya berusaha memberikan pesangon di atas nilai minimum kepada mereka. Kita harus melihatnya dari sisi kemanusiaan juga,” ungkapnya.

Dalam memberikan kompensasi berupa gaji dan insentif kepada para karyawannya, pria berkumis ini mengungkapkan ia selalu berusaha memberikan kompensasi yang lebih kompetitif. Namun, ia mengakui nilai penggajian karyawan di BEI tidak dapat dibandingkan dengan perusahaan sekuritas. “Di perusahaan sekuritas, kompensasi lebih berdasarkan pencapaian target individu yang nilainya hingga miliaran rupiah, sedangkan di BEI, pencapaian lebih berdasarkan kinerja group performance sehingga kompensasinya pun berbeda. Walaupun demikian, saya berusaha memberikan kompensasi terbaik kepada para karyawan BEI,” jelas pria kelahiran Wonosobo ini.

Kaderisasi juga merupakan suatu hal yang menjadi perhatian penting bagi Ito dalam organisasi perusahaan. Pasalnya, hal itu akan lebih meningkatkan kemampuan anggota tim dan karyawannya serta mengantisipasi jika ada promosi atau perpindahan karyawan. “Jika seorang karyawan pindah, karyawan di bawahnya dapat menggantikan posisinya karena sistem kaderisasi dijalankan dengan baik. Namun, jika ada perpindahan massal dalam suatu bagian perusahaan dan kaderisasi bawahan belum siap, maka saya harus siap dengan mengisi posisi-posisi yang lowong itu dengan karyawan dari luar perusahaan yang kompeten. Oleh karena itu, kaderisasi sangat penting dilakukan di semua lini,” ujar mantan direktur utama PT Bahana Securities ini.

Sebagai pemimpin, Ito menuturkan dirinya kerap mengadakan diskusi dan bertukar pendapat dengan tim dan karyawannya. “Brainstorming merupakan hal yang penting agar ide-ide saya dapat disalurkan sampai ke bawahan,” terangnya. Adapun soal perbedaan pendapat, bagi Ito, hal itu adalah hal yang perlu dihargai. “Kritik itu perlu untuk mengetahui tanggapan anggota tim terhadap ide-ide saya. Saya malah dapat melihat perspektif lain yang dapat memperkaya ide-ide yang saya cetuskan dan dapat menjadi pertimbangan saya dalam mengambil keputusan yang lebih baik,” ujar pria paro baya ini.

Hidup Lurus bagai Air Mengalir 

Dalam menjalankan roda perusahaan, masalah good corporate governance adalah hal yang penting bagi Ito. “Saya selalu berusaha mengikuti peraturan yang berlaku dalam menjalankan perusahaan. Contohnya, dalam penentuan pajak, saya selalu menaati PPh-21. Dengan begitu, kita selalu merasa aman,” tuturnya.

Pria ini mengaku, selama kariernya, dia tidak pernah mengalami konflik dengan pemilik saham ataupun koleganya. “Dengan komunikasi yang baik dan kejujuran, segala konflik dapat dihindarkan. Kepentingan perusahaan harus sejalan dengan kepentingan pribadi,” tandas Ito.

Sebagai kepala keluarga, Ito mengungkapkan ia berusaha memisahkan antara urusan keluarga dan pekerjaan. Kalau sampai di rumah, dia tidak pernah membicarakan masalah pekerjaan. Manajemen keluarga seperti itulah yang membuat dia merasa bisa tenang dalam bekerja. Apalagi, sebagai pribadi, dia mengaku menyukai kesederhanaan. “Saya suka menjadi orang biasa saja. Apa adanya, jadi tidak perlu ada yang berubah,” ujarnya.

Ito mengakui dirinya banyak belajar dari beragam buku bisnis maupun tokoh bisnis. Salah satu buku bisnis yang baru-baru ini dibacanya dan memberinya cukup banyak inspirasi adalah buku berjudul Lead to Bless Leader karya Paulus Bambang W.S. Buku itu ia akui cukup banyak menginspirasinya dan telah memberinya beberapa pengetahuan baru tentang manajemen. “Buku itu mengupas sisi non-teknis manajemen, yaitu sisi kemanusiaan. Jadi, manajemen bukan hanya mengejar laba, tetapi juga kesejahteraan karyawan,” jelas pria yang mengoleksi buku fiksi Harry Potter ini.


Ditulis Oleh:
WENDY S. HUTAHAEAN
( redaksi@wartaekonomi.com Alamat e-mail ini diproteksi dari spabot, silahkan aktifkan Javascript untuk melihatnya )

Tulisan ini dikutip dari majalah Warta Ekonomi No 19 tahun XXI. Judul tulisan ini adalah "Ambisi Rp3.500 Triliun Sang Alumnus Harvard.'

0 komentar:

Posting Komentar