Ancaman Eksekutif Puncak dari Negeri Gajah
Ancaman Eksekutif Puncak dari Negeri Gajah
Rabu, 13 Januari 2010 08:03
Incredible India! Begitulah slogan Pemerintah India dalam mengampanyekan kehebatan dunia pariwisata di Negeri Gajah itu. Slogan tersebut tidaklah salah. Kekayaan alam dan budaya India memang sudah sejak lama dikenal menakjubkan. Begitu pula dengan perekonomiannya sekarang ini. Munculnya ekonomi India sebagai kekuatan ekonomi baru dunia saat ini, termasuk meningkat tajamnya daya saing perusahaan-perusahaan India pada tingkat global, membuat kagum banyak kalangan.
Saat banyak negara mengalami keterpurukan ekonomi karena krisis ekonomi global, ekonomi India justru mencatat pertumbuhan positif. Selama triwulan II-2009, ekonomi India tumbuh 5,8%. Kenaikan ini sama dengan pertumbuhan pada triwulan I-2009. Secara year on year (y-o-y), per Juni 2009 perekonomian India tumbuh sebesar 6,7%. Pertumbuhan y-o-y ini lebih tinggi 2% dibandingkan dengan kinerja ekonomi Indonesia yang sebesar 4%.
Pertumbuhan positif ekonomi India membuat arus investasi perusahaan-perusahaan India di berbagai negara terus meningkat, tak terkecuali di Indonesia. Seiring meningkatnya arus investasi perusahaan-perusahaan India di Indonesia itu pula, arus migrasi eksekutif asal India ke Indonesia tampak tak terbendung. Nilai perdagangan bilateral India-Indonesia yang pada 2005 hanya US$4 miliar naik menjadi US$10 miliar pada 2007. Diperkirakan, kerja sama perdagangan India-Indonesia akan mencapai angka US$20 miliar pada 2014. “Saya optimistis nilai tersebut akan terus meningkat dalam lima tahun ke depan,” tandas Duta Besar India untuk Indonesia, Biren Nanda.
Akibat peningkatan nilai perdagangan dan investasi itu, jumlah eksekutif India yang meniti karier di Indonesia pun diperkirakan akan bertambah banyak. “Sebab, pada umumnya perusahaan-perusahaan India tersebut akan membawa eksekutifnya bersama mereka,” ujar Satish Mishra, direktur manajerial Strategic Asia, sebuah organisasi yang bergerak dalam meningkatkan hubungan kerja sama antar-negara-negara Asia.
Menurut Irham Dilmy, managing partner perusahaan executive search Amrop Hever Indonesia, tren ekspansi eksekutif India di Indonesia ini secara tidak langsung akan mengancam keberadaan eksekutif atau CEO lokal jika para eksekutif lokal tidak meningkatkan daya saing dan kompetensinya. “Saat ini makin banyak dijumpai warga India yang menjadi CEO, direksi, atau profesional di berbagai perusahaan baik lokal maupun multinasional. Bahkan, BUMN-BUMN juga sudah tak segan merekrut penasihat dan pengawas yang berasal dari India,” ungkapnya.
Irham menaksir saat ini sekitar 2% dari jumlah eksekutif puncak perusahaan-perusahaan besar di Indonesia adalah CEO-CEO yang berasal dari India. “Ini belum termasuk para profesional maupun eksekutif India yang duduk dalam jajaran direksi perusahaan-perusahaan besar,” paparnya. Perkiraan ini didukung oleh catatan Sugandh Rajaram, kepala bagian politik dan informasi Kedutaan Besar India di Indonesia. Menurut catatannya, saat ini di Indonesia setidaknya ada sekitar 2.000 warga India yang menduduki posisi puncak di berbagai perusahaan besar di Indonesia, baik di perusahaan India yang berinvestasi di Indonesia, perusahaan multinasional, maupun di perusahaan lokal Indonesia. “Jumlah mereka mulai meningkat drastis pada tahun 2005 sejalan dengan tumbuhnya investasi India di Indonesia,” ujarnya.
Adalah hal yang wajar apabila perusahaan India yang berinvestasi di Indonesia lebih banyak merekrut eksekutif India. Perusahaan-perusahaan India itu tentunya tidak mau mengambil risiko investasi yang tinggi dengan langsung merekrut eksekutif lokal Indonesia untuk duduk dalam manajemen puncak perusahaannya di Indonesia. Irham memberikan data bahwa rata-rata perusahaan India yang berinvestasi di Indonesia menghabiskan dana US$500.000 sampai US$1 juta setiap tahun untuk mendatangkan eksekutif asal India yang sudah mengetahui seluk-beluk budaya perusahaan India. Pilihan lain adalah mendapatkan CEO dari negara-negara Asia lainnya, seperti Singapura, Filipina, atau Cina dengan biaya lebih murah, yaitu US$200.000. Sementara itu, untuk merekrut CEO lokal tampaknya bukan menjadi pilihan mereka. “Pada umumnya perusahaan-perusahaan India merekrut warga Indonesia lebih untuk level supervisor,” terang Irham.
Namun, menariknya, perusahaan-perusahaan multinasional yang beroperasi di Indonesia dan bahkan perusahaan-perusahaan nasional juga cenderung makin banyak memercayakan posisi-posisi puncak perusahaan kepada eksekutif-eksekutif puncak dari India. Kelompok-kelompok usaha besar seperti Grup Bakrie dan Grup Sinarmas dikenal telah sejak lama menggunakan jasa eksekutif asal India untuk memimpin perusahaan. Duduk sebagai presiden direktur PT Bakrie & Brothers Tbk., perusahaan induk kelompok Bakrie, sekarang adalah Nalinkant A. Rathod asal India. Komentar Aburizal Bakrie, pemilik Grup Bakrie, grupnya memilih eksekutif yang dapat memberikan profit kepada perusahaan tanpa memandang asal negaranya. “Siapa pun yang dapat memberikan profit bagi perusahaan akan tetap dipercaya. Sekarang, ya mereka itu,” tandasnya.
Analisis Irham Dilmy, ada beberapa penyebab mengapa perusahaan lokal mulai melirik eksekutif asal India. Pertama, para eksekutif India yang sekarang mulai bermunculan di berbagai perusahaan lokal adalah eksekutif yang telah tinggal bertahun-tahun di Indonesia dan sudah memahami budaya dan pasar Indonesia. Kedua, latar belakang pendidikan mereka yang bertaraf internasional di India serta pengalaman kerja di berbagai negara membuat para eksekutif India ini lebih berpikiran terbuka dan global. Ketiga, mereka tidak terlalu mempermasalahkan gaji yang akan mereka terima walaupun itu lebih rendah dibanding gaji CEO Amerika dan Eropa, bahkan Indonesia sekalipun. “Para eksekutif India lebih fokus pada jenis tantangan baru yang akan mereka hadapi dan bidang baru yang dipelajari,” terang Irham.
Kompensasi CEO India Lebih Bersaing
Soal gaji, Prakash Maheshwari, CEO PT Indobharat Rayon sekaligus PT Indoraya Kimia, membenarkan bahwa eksekutif India tidak terlalu memperhitungkan besarnya gaji yang mereka dapat. “Ekspektasi para CEO India terhadap gaji umumnya tidak setinggi CEO lain, jadi kami tergantung kebijakan perusahaan,” ungkapnya. Prakash mengisahkan pada saat awal kariernya sebagai CEO, ia sendiri juga tidak terlalu mempermasalahkan gaji yang ia peroleh. “Soalnya, bisa mendapatkan posisi sebagai CEO saja adalah suatu kehormatan tersendiri dan tantangan baru bagi saya. Selain itu, standar penggajian di India apabila dibandingkan dengan negara lain seperti di Amerika atau Eropa memang cenderung lebih kecil. Hal inilah yang membuat banyak perusahaan merekrut eksekutif India,” tuturnya.
Berdasarkan data yang dirilis oleh PayScale Inc., sebuah lembaga riset gaji dunia yang berbasis di Amerika Serikat, maka dapat dilihat perbandingan median (nilai tengah) besaran kompensasi CEO India dengan CEO Amerika maupun CEO Indonesia sesuai pengalaman kerjanya. Tampak jelas di sana bahwa para CEO India pada awal kariernya memang rela mendapatkan gaji yang lebih murah dibandingkan CEO dari negara lain, seperti CEO asal Amerika atau Eropa. Para CEO India itu agaknya lebih memprioritaskan pembuktian kinerja mereka sebagai CEO di hadapan para pemilik saham daripada menawarkan janji untuk mendapatkan gaji yang tinggi.
Namun, setelah berhasil membuktikan keberhasilannya sebagai pemimpin perusahaan, barulah para CEO India itu berani meminta gaji yang lebih tinggi daripada sebelumnya, bahkan hingga dua kali lipat. Gaji mereka akan terus naik hingga 20 tahun masa kerjanya di perusahaan tersebut. Hal ini sangat berkebalikan dengan kompensasi CEO Amerika atau Eropa yang berani meminta gaji yang sangat tinggi di awal dengan menawarkan janji kesuksesan perusahaan. Faktor ini pula yang diduga membuat para CEO Amerika atau Eropa kerap termasuk dalam jajaran eksekutif termahal di dunia.
Median gaji CEO Amerika pada awal karier mereka adalah sebesar US$41.647 per bulan dan meningkat secara bertahap hingga mencapai puncaknya pada kisaran US$72.504 per bulan pada akhir kariernya. Bandingkan dengan CEO India yang memulai kariernya sebagai CEO dengan median gaji yang lebih rendah, yaitu 196,016 rupee per bulan (setara US$4.010 dengan kurs US$1 = 49 rupee). Namun, kenaikan gaji pada tiap tahapan karier mereka cenderung drastis dan terus meningkat hingga 20 tahun karier mereka.
Bagaimana dengan gaji para CEO Indonesia? Gaji para CEO lokal ini memiliki nilai tengah sebesar Rp37.743.956 per bulan pada awal kariernya (setara US$3.728 dengan kurs US$1 = Rp10.100). Jelas, jumlah ini tidak jauh berbeda dibandingkan dengan penawaran CEO India. Sayangnya, pada umumnya CEO lokal baru berani mengajukan kenaikan gaji setelah lebih dari 19 tahun meniti karier.
Jadi, tampak jelas di sini keberanian dalam hal daya tawar kompensasi kurang dimiliki CEO Indonesia. Hal ini bisa jadi lebih dipengaruhi oleh budaya Indonesia yang kurang dapat menawarkan janji kesuksesan kepada pemilik saham atau memang kualifikasi CEO Indonesia pada umumnya masih di bawah CEO asal negara lain, termasuk India dan Amerika. Oleh sebab itu, para eksekutif lokal Indonesia kini kian dituntut mampu membuktikan keunggulannya dengan meningkatkan kompetensi agar daya tawar kompensasinya bisa bersaing dengan CEO dari negara lain, termasuk dengan CEO India.
Irham Dilmy menegaskan kompetensi para eksekutif lokal Indonesia memang harus lebih ditingkatkan, baik dari kemampuan bahasa, analisis, maupun kreativitas. Selain itu, mereka juga harus membuka wawasannya dengan melihat perkembangan negara lain. “Pada umumnya CEO Indonesia yang berhasil adalah CEO yang sudah memiliki pengalaman di berbagai negara atau paling tidak sudah mengecap pendidikan di negara lain. Patut diingat pula bahwa perusahaan pada dasarnya tetap berprinsip: dengan pengeluaran sekecil-kecilnya, dapat untung sebesar-besarnya. Jadi, wajar saja jika banyak perusahaan lebih memilih eksekutif India yang memiliki kemampuan berstandar internasional, tetapi biayanya lebih murah. Nah, hal ini secara tidak langsung akan sangat berpotensi menggeser posisi eksekutif Indonesia,” terangnya.
Kelebihan Eksekutif India
Selain memiliki keunggulan kompetitif berupa kesediaan dibayar lebih murah dibanding CEO asal Amerika, Eropa, dan bahkan CEO Indonesia, ada sejumlah keunggulan lain dari eksekutif asal India yang mendukung eksistensi mereka di Indonesia. Setidaknya teridentifikasi tiga aspek. Pertama, masalah kemampuan berbahasa Inggris. Rata-rata orang India fasih berbahasa Inggris karena memang pendidikan mereka sejak kecil telah menggunakan bahasa Inggris. “Hal ini menjadi kunci dasar diterimanya mereka dalam pergaulan internasional,” ungkap Biren Nanda.
Dengan fasih berbahasa Inggris, eksekutif India pun jadi memiliki keahlian presentasi dan bernegosiasi dalam bahasa Inggris. Selain itu, hal tersebut juga membuat mereka mudah menyerap kemajuan ilmu dan pengetahuan dari negara Barat. Alhasil, banyak perusahaan di Asia tertarik menggunakan jasa eksekutif India.
Aspek kedua adalah pendidikan. Orang India dikenal sangat peduli dengan pendidikan. Mereka tidak segan-segan berkorban banyak hal demi menyekolahkan anaknya ke sekolah terbaik atau jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Alhasil, kepemimpinan para eksekutif India ini juga dipengaruhi oleh latar belakang pendidikannya yang tinggi.
Aspek ketiga berkaitan dengan masalah psikologis. Kemauan kuat untuk sukses menghadapi tantangan baru, apalagi saat berkarier di perantauan, mendorong para eksekutif India ini lebih memiliki semangat juang yang tinggi dibandingkan eksekutif lainnya. Menurut Irham Dilmy, eksekutif India memiliki kemauan kuat menerima tantangan baru dan bidang pekerjaan baru. Kemauan ini mengalahkan keinginan mendapatkan gaji yang tinggi. “Para eksekutif India selalu merasa tertantang untuk menaklukkan tantangan baru dengan mencoba menempati berbagai bidang di perusahaan, mulai dari pemasaran, keuangan, personalia, dan bahkan bagian operasional. Pada umumnya, para eksekutif tersebut tidak terlalu mempermasalahkan gaji yang mereka terima dibandingkan jenis tantangan baru yang akan mereka hadapi,” ulasnya.
Tantangan Eksekutif Lokal
Menurut Marzuki Usman, chairman Economic Association of Indonesia and India, jika dalam lima tahun ke depan para eksekutif Indonesia tidak dapat segera meningkatkan kompetensinya, maka secara alami mereka akan terancam atau makin kalah bersaing dengan kehadiran para eksekutif India. “Dari segi kualitas personal, para eksekutif India ini lebih memiliki loyalitas yang tinggi, integritas, dan bekerja lebih efisien. Walaupun rela dibayar murah pada awal kariernya, mereka akan membuktikan bahwa kinerja mereka bisa lebih baik daripada eksekutif Amerika dan bahkan eksekutif lokal. Perusahaan tentu kemudian akan melihat kinerja tersebut dan dengan senang hati menaikkan gaji mereka secara bertahap,” papar Marzuki. Kelebihan lain dari eksekutif India, tambahnya, eksekutif India senang menerima tantangan pada bidang pekerjaan yang beragam. “Berbeda halnya dengan eksekutif Indonesia yang pada umumnya lebih menyukai pekerjaan yang stabil,” ungkapnya.
Hal senada juga diungkapkan Raam Punjabi, CEO PT Tripar Multivision Plus. Pengusaha ternama di industri film nasional ini menilai jiwa entrepreneurship atau keberanian mengambil risiko para eksekutif Indonesia memang perlu ditumbuhkan. “Jika dibandingkan dengan eksekutif India, eksekutif Indonesia kurang mempunyai semangat 'Aku Bisa!' dalam berusaha maupun merambah dunia internasional,” tandasnya.
WENDY S. HUTAHAEAN DAN FADJAR ADRIANTO
( redaksi@wartaekonomi.com Alamat e-mail ini diproteksi dari spabot, silahkan aktifkan Javascript untuk melihatnya )
Tulisan ini dikutip dari majalah Warta Ekonomi No 187 tahun XXI. Judul asli tulisan ini adalah "Ancaman Eksekutif Puncak dari Negeri Gajah."
Rabu, 13 Januari 2010 08:03
Incredible India! Begitulah slogan Pemerintah India dalam mengampanyekan kehebatan dunia pariwisata di Negeri Gajah itu. Slogan tersebut tidaklah salah. Kekayaan alam dan budaya India memang sudah sejak lama dikenal menakjubkan. Begitu pula dengan perekonomiannya sekarang ini. Munculnya ekonomi India sebagai kekuatan ekonomi baru dunia saat ini, termasuk meningkat tajamnya daya saing perusahaan-perusahaan India pada tingkat global, membuat kagum banyak kalangan.
Saat banyak negara mengalami keterpurukan ekonomi karena krisis ekonomi global, ekonomi India justru mencatat pertumbuhan positif. Selama triwulan II-2009, ekonomi India tumbuh 5,8%. Kenaikan ini sama dengan pertumbuhan pada triwulan I-2009. Secara year on year (y-o-y), per Juni 2009 perekonomian India tumbuh sebesar 6,7%. Pertumbuhan y-o-y ini lebih tinggi 2% dibandingkan dengan kinerja ekonomi Indonesia yang sebesar 4%.
Pertumbuhan positif ekonomi India membuat arus investasi perusahaan-perusahaan India di berbagai negara terus meningkat, tak terkecuali di Indonesia. Seiring meningkatnya arus investasi perusahaan-perusahaan India di Indonesia itu pula, arus migrasi eksekutif asal India ke Indonesia tampak tak terbendung. Nilai perdagangan bilateral India-Indonesia yang pada 2005 hanya US$4 miliar naik menjadi US$10 miliar pada 2007. Diperkirakan, kerja sama perdagangan India-Indonesia akan mencapai angka US$20 miliar pada 2014. “Saya optimistis nilai tersebut akan terus meningkat dalam lima tahun ke depan,” tandas Duta Besar India untuk Indonesia, Biren Nanda.
Akibat peningkatan nilai perdagangan dan investasi itu, jumlah eksekutif India yang meniti karier di Indonesia pun diperkirakan akan bertambah banyak. “Sebab, pada umumnya perusahaan-perusahaan India tersebut akan membawa eksekutifnya bersama mereka,” ujar Satish Mishra, direktur manajerial Strategic Asia, sebuah organisasi yang bergerak dalam meningkatkan hubungan kerja sama antar-negara-negara Asia.
Menurut Irham Dilmy, managing partner perusahaan executive search Amrop Hever Indonesia, tren ekspansi eksekutif India di Indonesia ini secara tidak langsung akan mengancam keberadaan eksekutif atau CEO lokal jika para eksekutif lokal tidak meningkatkan daya saing dan kompetensinya. “Saat ini makin banyak dijumpai warga India yang menjadi CEO, direksi, atau profesional di berbagai perusahaan baik lokal maupun multinasional. Bahkan, BUMN-BUMN juga sudah tak segan merekrut penasihat dan pengawas yang berasal dari India,” ungkapnya.
Irham menaksir saat ini sekitar 2% dari jumlah eksekutif puncak perusahaan-perusahaan besar di Indonesia adalah CEO-CEO yang berasal dari India. “Ini belum termasuk para profesional maupun eksekutif India yang duduk dalam jajaran direksi perusahaan-perusahaan besar,” paparnya. Perkiraan ini didukung oleh catatan Sugandh Rajaram, kepala bagian politik dan informasi Kedutaan Besar India di Indonesia. Menurut catatannya, saat ini di Indonesia setidaknya ada sekitar 2.000 warga India yang menduduki posisi puncak di berbagai perusahaan besar di Indonesia, baik di perusahaan India yang berinvestasi di Indonesia, perusahaan multinasional, maupun di perusahaan lokal Indonesia. “Jumlah mereka mulai meningkat drastis pada tahun 2005 sejalan dengan tumbuhnya investasi India di Indonesia,” ujarnya.
Adalah hal yang wajar apabila perusahaan India yang berinvestasi di Indonesia lebih banyak merekrut eksekutif India. Perusahaan-perusahaan India itu tentunya tidak mau mengambil risiko investasi yang tinggi dengan langsung merekrut eksekutif lokal Indonesia untuk duduk dalam manajemen puncak perusahaannya di Indonesia. Irham memberikan data bahwa rata-rata perusahaan India yang berinvestasi di Indonesia menghabiskan dana US$500.000 sampai US$1 juta setiap tahun untuk mendatangkan eksekutif asal India yang sudah mengetahui seluk-beluk budaya perusahaan India. Pilihan lain adalah mendapatkan CEO dari negara-negara Asia lainnya, seperti Singapura, Filipina, atau Cina dengan biaya lebih murah, yaitu US$200.000. Sementara itu, untuk merekrut CEO lokal tampaknya bukan menjadi pilihan mereka. “Pada umumnya perusahaan-perusahaan India merekrut warga Indonesia lebih untuk level supervisor,” terang Irham.
Namun, menariknya, perusahaan-perusahaan multinasional yang beroperasi di Indonesia dan bahkan perusahaan-perusahaan nasional juga cenderung makin banyak memercayakan posisi-posisi puncak perusahaan kepada eksekutif-eksekutif puncak dari India. Kelompok-kelompok usaha besar seperti Grup Bakrie dan Grup Sinarmas dikenal telah sejak lama menggunakan jasa eksekutif asal India untuk memimpin perusahaan. Duduk sebagai presiden direktur PT Bakrie & Brothers Tbk., perusahaan induk kelompok Bakrie, sekarang adalah Nalinkant A. Rathod asal India. Komentar Aburizal Bakrie, pemilik Grup Bakrie, grupnya memilih eksekutif yang dapat memberikan profit kepada perusahaan tanpa memandang asal negaranya. “Siapa pun yang dapat memberikan profit bagi perusahaan akan tetap dipercaya. Sekarang, ya mereka itu,” tandasnya.
Analisis Irham Dilmy, ada beberapa penyebab mengapa perusahaan lokal mulai melirik eksekutif asal India. Pertama, para eksekutif India yang sekarang mulai bermunculan di berbagai perusahaan lokal adalah eksekutif yang telah tinggal bertahun-tahun di Indonesia dan sudah memahami budaya dan pasar Indonesia. Kedua, latar belakang pendidikan mereka yang bertaraf internasional di India serta pengalaman kerja di berbagai negara membuat para eksekutif India ini lebih berpikiran terbuka dan global. Ketiga, mereka tidak terlalu mempermasalahkan gaji yang akan mereka terima walaupun itu lebih rendah dibanding gaji CEO Amerika dan Eropa, bahkan Indonesia sekalipun. “Para eksekutif India lebih fokus pada jenis tantangan baru yang akan mereka hadapi dan bidang baru yang dipelajari,” terang Irham.
Kompensasi CEO India Lebih Bersaing
Soal gaji, Prakash Maheshwari, CEO PT Indobharat Rayon sekaligus PT Indoraya Kimia, membenarkan bahwa eksekutif India tidak terlalu memperhitungkan besarnya gaji yang mereka dapat. “Ekspektasi para CEO India terhadap gaji umumnya tidak setinggi CEO lain, jadi kami tergantung kebijakan perusahaan,” ungkapnya. Prakash mengisahkan pada saat awal kariernya sebagai CEO, ia sendiri juga tidak terlalu mempermasalahkan gaji yang ia peroleh. “Soalnya, bisa mendapatkan posisi sebagai CEO saja adalah suatu kehormatan tersendiri dan tantangan baru bagi saya. Selain itu, standar penggajian di India apabila dibandingkan dengan negara lain seperti di Amerika atau Eropa memang cenderung lebih kecil. Hal inilah yang membuat banyak perusahaan merekrut eksekutif India,” tuturnya.
Berdasarkan data yang dirilis oleh PayScale Inc., sebuah lembaga riset gaji dunia yang berbasis di Amerika Serikat, maka dapat dilihat perbandingan median (nilai tengah) besaran kompensasi CEO India dengan CEO Amerika maupun CEO Indonesia sesuai pengalaman kerjanya. Tampak jelas di sana bahwa para CEO India pada awal kariernya memang rela mendapatkan gaji yang lebih murah dibandingkan CEO dari negara lain, seperti CEO asal Amerika atau Eropa. Para CEO India itu agaknya lebih memprioritaskan pembuktian kinerja mereka sebagai CEO di hadapan para pemilik saham daripada menawarkan janji untuk mendapatkan gaji yang tinggi.
Namun, setelah berhasil membuktikan keberhasilannya sebagai pemimpin perusahaan, barulah para CEO India itu berani meminta gaji yang lebih tinggi daripada sebelumnya, bahkan hingga dua kali lipat. Gaji mereka akan terus naik hingga 20 tahun masa kerjanya di perusahaan tersebut. Hal ini sangat berkebalikan dengan kompensasi CEO Amerika atau Eropa yang berani meminta gaji yang sangat tinggi di awal dengan menawarkan janji kesuksesan perusahaan. Faktor ini pula yang diduga membuat para CEO Amerika atau Eropa kerap termasuk dalam jajaran eksekutif termahal di dunia.
Median gaji CEO Amerika pada awal karier mereka adalah sebesar US$41.647 per bulan dan meningkat secara bertahap hingga mencapai puncaknya pada kisaran US$72.504 per bulan pada akhir kariernya. Bandingkan dengan CEO India yang memulai kariernya sebagai CEO dengan median gaji yang lebih rendah, yaitu 196,016 rupee per bulan (setara US$4.010 dengan kurs US$1 = 49 rupee). Namun, kenaikan gaji pada tiap tahapan karier mereka cenderung drastis dan terus meningkat hingga 20 tahun karier mereka.
Bagaimana dengan gaji para CEO Indonesia? Gaji para CEO lokal ini memiliki nilai tengah sebesar Rp37.743.956 per bulan pada awal kariernya (setara US$3.728 dengan kurs US$1 = Rp10.100). Jelas, jumlah ini tidak jauh berbeda dibandingkan dengan penawaran CEO India. Sayangnya, pada umumnya CEO lokal baru berani mengajukan kenaikan gaji setelah lebih dari 19 tahun meniti karier.
Jadi, tampak jelas di sini keberanian dalam hal daya tawar kompensasi kurang dimiliki CEO Indonesia. Hal ini bisa jadi lebih dipengaruhi oleh budaya Indonesia yang kurang dapat menawarkan janji kesuksesan kepada pemilik saham atau memang kualifikasi CEO Indonesia pada umumnya masih di bawah CEO asal negara lain, termasuk India dan Amerika. Oleh sebab itu, para eksekutif lokal Indonesia kini kian dituntut mampu membuktikan keunggulannya dengan meningkatkan kompetensi agar daya tawar kompensasinya bisa bersaing dengan CEO dari negara lain, termasuk dengan CEO India.
Irham Dilmy menegaskan kompetensi para eksekutif lokal Indonesia memang harus lebih ditingkatkan, baik dari kemampuan bahasa, analisis, maupun kreativitas. Selain itu, mereka juga harus membuka wawasannya dengan melihat perkembangan negara lain. “Pada umumnya CEO Indonesia yang berhasil adalah CEO yang sudah memiliki pengalaman di berbagai negara atau paling tidak sudah mengecap pendidikan di negara lain. Patut diingat pula bahwa perusahaan pada dasarnya tetap berprinsip: dengan pengeluaran sekecil-kecilnya, dapat untung sebesar-besarnya. Jadi, wajar saja jika banyak perusahaan lebih memilih eksekutif India yang memiliki kemampuan berstandar internasional, tetapi biayanya lebih murah. Nah, hal ini secara tidak langsung akan sangat berpotensi menggeser posisi eksekutif Indonesia,” terangnya.
Kelebihan Eksekutif India
Selain memiliki keunggulan kompetitif berupa kesediaan dibayar lebih murah dibanding CEO asal Amerika, Eropa, dan bahkan CEO Indonesia, ada sejumlah keunggulan lain dari eksekutif asal India yang mendukung eksistensi mereka di Indonesia. Setidaknya teridentifikasi tiga aspek. Pertama, masalah kemampuan berbahasa Inggris. Rata-rata orang India fasih berbahasa Inggris karena memang pendidikan mereka sejak kecil telah menggunakan bahasa Inggris. “Hal ini menjadi kunci dasar diterimanya mereka dalam pergaulan internasional,” ungkap Biren Nanda.
Dengan fasih berbahasa Inggris, eksekutif India pun jadi memiliki keahlian presentasi dan bernegosiasi dalam bahasa Inggris. Selain itu, hal tersebut juga membuat mereka mudah menyerap kemajuan ilmu dan pengetahuan dari negara Barat. Alhasil, banyak perusahaan di Asia tertarik menggunakan jasa eksekutif India.
Aspek kedua adalah pendidikan. Orang India dikenal sangat peduli dengan pendidikan. Mereka tidak segan-segan berkorban banyak hal demi menyekolahkan anaknya ke sekolah terbaik atau jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Alhasil, kepemimpinan para eksekutif India ini juga dipengaruhi oleh latar belakang pendidikannya yang tinggi.
Aspek ketiga berkaitan dengan masalah psikologis. Kemauan kuat untuk sukses menghadapi tantangan baru, apalagi saat berkarier di perantauan, mendorong para eksekutif India ini lebih memiliki semangat juang yang tinggi dibandingkan eksekutif lainnya. Menurut Irham Dilmy, eksekutif India memiliki kemauan kuat menerima tantangan baru dan bidang pekerjaan baru. Kemauan ini mengalahkan keinginan mendapatkan gaji yang tinggi. “Para eksekutif India selalu merasa tertantang untuk menaklukkan tantangan baru dengan mencoba menempati berbagai bidang di perusahaan, mulai dari pemasaran, keuangan, personalia, dan bahkan bagian operasional. Pada umumnya, para eksekutif tersebut tidak terlalu mempermasalahkan gaji yang mereka terima dibandingkan jenis tantangan baru yang akan mereka hadapi,” ulasnya.
Tantangan Eksekutif Lokal
Menurut Marzuki Usman, chairman Economic Association of Indonesia and India, jika dalam lima tahun ke depan para eksekutif Indonesia tidak dapat segera meningkatkan kompetensinya, maka secara alami mereka akan terancam atau makin kalah bersaing dengan kehadiran para eksekutif India. “Dari segi kualitas personal, para eksekutif India ini lebih memiliki loyalitas yang tinggi, integritas, dan bekerja lebih efisien. Walaupun rela dibayar murah pada awal kariernya, mereka akan membuktikan bahwa kinerja mereka bisa lebih baik daripada eksekutif Amerika dan bahkan eksekutif lokal. Perusahaan tentu kemudian akan melihat kinerja tersebut dan dengan senang hati menaikkan gaji mereka secara bertahap,” papar Marzuki. Kelebihan lain dari eksekutif India, tambahnya, eksekutif India senang menerima tantangan pada bidang pekerjaan yang beragam. “Berbeda halnya dengan eksekutif Indonesia yang pada umumnya lebih menyukai pekerjaan yang stabil,” ungkapnya.
Hal senada juga diungkapkan Raam Punjabi, CEO PT Tripar Multivision Plus. Pengusaha ternama di industri film nasional ini menilai jiwa entrepreneurship atau keberanian mengambil risiko para eksekutif Indonesia memang perlu ditumbuhkan. “Jika dibandingkan dengan eksekutif India, eksekutif Indonesia kurang mempunyai semangat 'Aku Bisa!' dalam berusaha maupun merambah dunia internasional,” tandasnya.
WENDY S. HUTAHAEAN DAN FADJAR ADRIANTO
( redaksi@wartaekonomi.com Alamat e-mail ini diproteksi dari spabot, silahkan aktifkan Javascript untuk melihatnya )
Tulisan ini dikutip dari majalah Warta Ekonomi No 187 tahun XXI. Judul asli tulisan ini adalah "Ancaman Eksekutif Puncak dari Negeri Gajah."
0 komentar:
Posting Komentar