Kian Karibnya Garuda dan Gajah
Kian Karibnya Garuda dan Gajah
Minggu, 10 Januari 2010 16:03
Hubungan bilateral India dan Indonesia memiliki sejarah yang panjang. Kedua negara telah saling bekerja sama bahu-membahu sejak zaman kemerdekaan, tak terkecuali di bidang ekonomi. Seiring berjalannya waktu, hubungan ekonomi antara dua negara yang sama-sama memiliki jumlah penduduk banyak ini makin meningkat. “Kerja sama antara Indonesia dan India di bidang ekonomi dan perdagangan mengalami peningkatan dalam lima tahun terakhir,” ungkap Duta Besar India untuk Indonesia, Biren Nanda.
Hubungan perdagangan dan ekonomi India-Indonesia memang tampak makin intensif dijajaki pada tahun 2000-an, baik pada masa pemerintahan Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarnoputri, maupun pada masa presiden sekarang, Susilo Bambang Yudhoyono. Data Kedutaan Besar India di Indonesia menunjukkan puncak naiknya nilai perdagangan antara Indonesia dan India terjadi antara tahun 2005 dan 2007. Nilai perdagangan bilateral kedua negara yang pada 2005 hanya US$4 miliar, naik menjadi US$10 miliar pada 2007. “Saya optimistis nilai tersebut akan terus meningkat dalam lima tahun ke depan,” ujar Biren.
Salah satu indikasi peningkatan yang disodorkan Biren adalah suksesnya pameran dagang akbar yang diselenggarakan Kedutaan Besar India untuk Indonesia bertajuk “Made in India” pada 7‒10 Agustus lalu di Jakarta. Dalam pameran itu, sebanyak 60 perusahaan dari 100-an perusahaan India yang berinvestasi di Indonesia turut berpartisipasi. Di ajang pameran itu juga terungkap bahwa dalam waktu dekat, ada sepuluh perusahaan besar India yang akan berinvestasi di Indonesia. “Saat ini ada dua perusahaan aluminium besar dari India yang telah menandatangani kesepakatan untuk berinvestasi di Balikpapan, Kalimantan Barat. Sementara itu, beberapa perusahaan India lainnya juga akan menandatangani kesepakatan untuk investasi di beberapa wilayah seperti Jawa dan Sumatera,” tuturnya.
Dari sisi neraca perdagangan kedua negara, Biren menjelaskan saat ini nilai ekspor Indonesia ke India lebih besar dibanding nilai ekspor India ke Indonesia. Hal ini terjadi karena negaranya mengimpor dua komoditas penting, yaitu minyak sawit dan batu bara, dari Indonesia. Tahun lalu saja India mengimpor minyak sawit dari Indonesia senilai US$3,7 miliar. Kalau mengesampingkan nilai impor kedua komoditas itu, maka neraca perdagangan kedua negara akan berimbang. “Indonesia merupakan salah satu mitra dagang utama India,” tegas Biren.
Kesepakatan ASEAN-India Free Trade Area
Hubungan ekonomi kedua negara, Indonesia dan India, diperkirakan akan makin meningkat setelah ditandatanganinya kesepakatan perdagangan bebas ASEAN-India pada pertemuan Menteri Ekonomi dan Menteri Perdagangan ASEAN dan mitranya di Bangkok, 13‒15 Agustus lalu. “Pada 13 Agustus itu kedua belah pihak sepakat mengikat komitmen kerja sama perdagangan bebas dengan menandatangani Persetujuan Perdagangan Barang ASEAN-India Free Trade Agreement (AIFTA),” kata Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu dalam siaran persnya.
Bagi Indonesia, tambah Mari, AIFTA memiliki arti penting karena melalui perjanjian inilah Indonesia bisa mengamankan tingkat tarif minyak sawit mentah (CPO) dan minyak sawit yang sudah diolah/disuling (RPO) di India secara bertahap ke tingkat maksimum, masing-masing 37,5% dan 45%, pada 2019. Kesepakatan perdagangan bebas dengan India itu juga membuka peluang bagi peningkatan ekspor Indonesia untuk produk-produk lainnya, seperti daging, produk perikanan, susu, mentega, telur, kopi, teh, dan cokelat. Perdagangan India dan Indonesia pada 2005 baru mencapai US$2,8 miliar dan tahun lalu meningkat menjadi US$9 miliar, dengan posisi surplus di pihak Indonesia sebesar US$4 miliar. “Saat ini India mengenakan hambatan tarif (bea masuk) untuk kedua komoditas itu sebesar 80% dan 90%,” kata Mari.
Menurut Mari, India dikenal sebagai pasar yang sangat protektif dan tidak mudah ditembus. Dengan ditandatanganinya kesepakatan perdagangan bebas di pertemuan Bangkok itu, India sudah sepakat untuk menurunkan dan menghapuskan sebagian besar tarif (85% dari total pos tarif) untuk kurun waktu 2010‒2019. “Khusus untuk batu bara, yang merupakan komoditas ekspor utama Indonesia ke pasar India, Indonesia akan menikmati tarif nol persen mulai 1 Januari 2013,” ujarnya.
Perluasan Bidang Investasi India di Indonesia
Sejatinya investasi India di Indonesia telah dimulai sejak dekade 1970-an, terutama di bidang tekstil. Banyak perusahaan tekstil India yang beroperasi di Indonesia, misalnya PT Indorama dan PT Indobharat Rayon. Kedua perusahaan itu mempekerjakan sekitar 6.000 karyawan.
Kini, investasi India di Indonesia mulai merambah berbagai bidang, yang ditandai dengan masuknya investasi dari perusahaan baja dan sepeda motor India. Selain itu, sektor pertambangan dan perbankan ikut dilirik investor India. “Secara umum, ada lima bidang andalan investasi India di Indonesia, yaitu bidang tekstil, pengolahan baja, otomotif, perbankan, dan pertambangan. Kelima sektor tersebut terus dikembangkan nilai investasinya,” papar Biren.
Di bidang otomotif, investor utamanya, antara lain, ialah Bajaj Automotive Indonesia, TVS Motor Indonesia, dan Minda ASEAN Automotive. Perusahaan motor TVS yang memulai investasi dengan dana US$5 juta akan meningkatkan investasinya tahun ini menjadi US$10 juta. Begitu pula dengan Bajaj, yang mulai menghasilkan produk yang dapat bersaing dengan produk buatan Jepang di Indonesia. Hal ini akan didukung dengan adanya dua produsen otomotif asal India, yaitu Tata Motors Limited (TML) dan Mahindra Mahindra Limited (MML), yang berminat menanamkan investasi di Indonesia pasca-pameran “Made in India” di Jakarta. Ungkap Biren, “Saat ini, produk-produk otomotif buatan India sudah mampu bersaing dengan produk buatan Jepang di pasar Indonesia. Dengan peningkatan investasi perusahaan otomotif India seperti TVS, Bajaj, dan Minda, maka produk-produk yang dihasilkan perusahaan-perusahaan tersebut mampu bersaing dengan perusahaan-perusahaan investasi Jepang di Indonesia.”
Sektor perbankan India juga melebarkan sayapnya ke Indonesia. Bank SBI Indonesia, yang merupakan anak usaha State Bank of India (SBI), menargetkan investasi sebesar US$500 juta‒1 triliun dari India ke Indonesia. "Kami berupaya mendorong peningkatan jumlah investasi US$500 juta hingga US$1 triliun dalam satu hingga dua tahun mendatang,” ujar Biren. Peningkatan jumlah investasi itu salah satunya dilakukan dengan mengeluarkan pelayanan baru berupa transaksi perbankan devisa. Dengan adanya layanan baru tersebut, diharapkan kerja sama antara Indonesia dan India terjalin lebih baik, khususnya dalam hal investasi dan kegiatan ekspor-impor. Bahkan, geliat bank swasta seperti SBI terlihat lebih meningkat daripada Bank Swadeshi milik Bank of India, bank milik pemerintah India, yang telah beroperasi di Indonesia sejak 2007.
Industri tekstil India di Indonesia yang sudah beroperasi sejak 1973 seperti Elegant Textile dan Indorama serta beberapa industri tekstil lainnya juga akan meningkatkan nilai investasinya di Indonesia. “Industri tekstil merupakan industri yang pertama kali melakukan investasi di Indonesia sejak tahun '70-an. Sampai sekarang industri tersebut tetap bertahan walaupun krisis ekonomi dunia terjadi. Saya yakin industri tekstil akan terus berkembang walaupun perkembangannya cenderung perlahan,” tutur Biren yang murah senyum itu.
Biren mengatakan Indonesia merupakan tempat investasi terbesar India di bidang manufaktur dan pertambangan. “Setelah penandatanganan kesepakatan AIFTA pada 13 Agustus lalu, India akan lebih memfokuskan segmen investasinya di tiap negara ASEAN. Indonesia dikonsentrasikan pada investasi manufaktur dan pertambangan, sedangkan investasi di Singapura akan lebih diarahkan ke bidang jasa. Prospek pasar di Indonesia dalam lima tahun ke depan sangat cerah untuk bidang tersebut dibandingkan dengan negara lain di ASEAN,” jelasnya.
Alasan Berinvestasi di Indonesia
Menurut Biren, ada beberapa alasan mengapa perusahaan-perusahaan India berminat untuk lebih meningkatkan investasi di Indonesia. Alasan pertama, India dan Indonesia merupakan dua negara yang mampu bertahan menghadapi krisis ekonomi global yang menerpa banyak negara. Ujar Biren, “Negara kami selamat dari krisis karena tidak bergantung pada ekspor, melainkan berkonsentrasi pada pasar domestik. Kalau ekonomi negara lain menciut, hal yang sebaliknya justru terjadi pada ekonomi India dan Indonesia yang malah terus tumbuh.”
Alasan kedua, lanjut Biren, kedua negara memiliki pasar domestik yang sangat besar. Penduduk Indonesia sekitar 230 juta orang dan penduduk India 1,1 miliar orang. Pasar domestik inilah yang menyelamatkan India dan Indonesia. Sebesar 65% GDP India berasal dari pasar domestik. Di samping kedua hal itu, Indonesia adalah negara yang kaya akan sumber energi. “Di masa depan, India melihat prospek kerja sama dengan Indonesia dalam bidang sumber energi akan sangat menguntungkan,” tambah Biren.
Salah satu bentuk kerja sama dalam bidang energi yang telah dilakukan, misalnya, India membawa 10 juta ton aluminium ke Sumatera Selatan untuk dilelehkan. Indonesia dipilih sebagai tempat untuk melelehkan aluminium India karena Indonesia memiliki sumber energi yang besar.
Tantangan Berinvestasi di Indonesia
Namun, ada beberapa tantangan bagi pebisnis India dalam berinvestasi di Indonesia. Tantangan pertama adalah persaingan dengan produk sejenis dari negara lain yang sudah lebih dulu terkenal di Indonesia. “Untuk produk otomotif, persaingan dengan produk-produk Jepang dan inovasinya akan lebih memacu lagi semangat produsen otomotif India untuk menciptakan produk yang lebih kreatif. Hal ini bukan merupakan tantangan yang berarti menurut saya, melainkan merupakan pemicu semangat untuk berkreasi lebih baik,” papar Biren.
Tantangan kedua adalah regulasi investasi di Indonesia yang dinamis. Menurut Biren, peraturan perundang-undangan dan hukum yang dibuat hendaknya harus juga menyeimbangkan antara kebutuhan industri dan kebutuhan masyarakat. Hal ini dilakukan agar para investor India lebih bergairah dalam berinvestasi di Indonesia. Dengan regulasi yang stabil dan seimbang, maka iklim investasi di Indonesia akan makin kondusif. Untuk rencana ke depan, Biren mengungkapkan India yakin pada 2014 kerja sama perdagangan Indonesia-India akan mencapai US$20 miliar. Ini terhitung lompatan luar biasa mengingat lima tahun lalu kerja sama perdagangan dan investasi kedua negara hanya US$4 miliar.
Menurut data Departemen Perindustrian, investasi India di Indonesia selama beberapa tahun terakhir mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Baru-baru ini, misalnya, ada 10 perusahaan India yang bersiap-siap melakukan investasi di Indonesia. Mereka telah menjajaki kerja sama dengan Departemen Perindustrian. Perusahaan India tersebut, antara lain, NICCA Corp., Tata International Ltd., dan Jetline Group Companies. Mereka bergerak di bidang alat angkut, peralatan dan perlengkapan elektronik, perangkat lunak, konstruksi, jam tangan, bahan kimia, hydropower, serta pengembangan infrastruktur skala kecil, menengah, dan besar. Data Departemen Perindustrian sendiri menunjukkan India merupakan negara mitra dagang Indonesia yang penting dengan nilai total perdagangan kedua negara pada 2008 mencapai US$9,5 miliar. Ekspor Indonesia ke India mencapai US$7,16 miliar dan impornya sebesar US$2,9 miliar.
Ditulis Oleh:
WENDY S. HUTAHAEAN
( redaksi@wartaekonomi.com Alamat e-mail ini diproteksi dari spabot, silahkan aktifkan Javascript untuk melihatnya )
Tulisan ini dikutip dari majalah Warta Ekonomi No 18 tahun XXI. Judul asli tulisan ini adalah "Kian Karibnya Garuda dan Gajah."
Minggu, 10 Januari 2010 16:03
Hubungan bilateral India dan Indonesia memiliki sejarah yang panjang. Kedua negara telah saling bekerja sama bahu-membahu sejak zaman kemerdekaan, tak terkecuali di bidang ekonomi. Seiring berjalannya waktu, hubungan ekonomi antara dua negara yang sama-sama memiliki jumlah penduduk banyak ini makin meningkat. “Kerja sama antara Indonesia dan India di bidang ekonomi dan perdagangan mengalami peningkatan dalam lima tahun terakhir,” ungkap Duta Besar India untuk Indonesia, Biren Nanda.
Hubungan perdagangan dan ekonomi India-Indonesia memang tampak makin intensif dijajaki pada tahun 2000-an, baik pada masa pemerintahan Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarnoputri, maupun pada masa presiden sekarang, Susilo Bambang Yudhoyono. Data Kedutaan Besar India di Indonesia menunjukkan puncak naiknya nilai perdagangan antara Indonesia dan India terjadi antara tahun 2005 dan 2007. Nilai perdagangan bilateral kedua negara yang pada 2005 hanya US$4 miliar, naik menjadi US$10 miliar pada 2007. “Saya optimistis nilai tersebut akan terus meningkat dalam lima tahun ke depan,” ujar Biren.
Salah satu indikasi peningkatan yang disodorkan Biren adalah suksesnya pameran dagang akbar yang diselenggarakan Kedutaan Besar India untuk Indonesia bertajuk “Made in India” pada 7‒10 Agustus lalu di Jakarta. Dalam pameran itu, sebanyak 60 perusahaan dari 100-an perusahaan India yang berinvestasi di Indonesia turut berpartisipasi. Di ajang pameran itu juga terungkap bahwa dalam waktu dekat, ada sepuluh perusahaan besar India yang akan berinvestasi di Indonesia. “Saat ini ada dua perusahaan aluminium besar dari India yang telah menandatangani kesepakatan untuk berinvestasi di Balikpapan, Kalimantan Barat. Sementara itu, beberapa perusahaan India lainnya juga akan menandatangani kesepakatan untuk investasi di beberapa wilayah seperti Jawa dan Sumatera,” tuturnya.
Dari sisi neraca perdagangan kedua negara, Biren menjelaskan saat ini nilai ekspor Indonesia ke India lebih besar dibanding nilai ekspor India ke Indonesia. Hal ini terjadi karena negaranya mengimpor dua komoditas penting, yaitu minyak sawit dan batu bara, dari Indonesia. Tahun lalu saja India mengimpor minyak sawit dari Indonesia senilai US$3,7 miliar. Kalau mengesampingkan nilai impor kedua komoditas itu, maka neraca perdagangan kedua negara akan berimbang. “Indonesia merupakan salah satu mitra dagang utama India,” tegas Biren.
Kesepakatan ASEAN-India Free Trade Area
Hubungan ekonomi kedua negara, Indonesia dan India, diperkirakan akan makin meningkat setelah ditandatanganinya kesepakatan perdagangan bebas ASEAN-India pada pertemuan Menteri Ekonomi dan Menteri Perdagangan ASEAN dan mitranya di Bangkok, 13‒15 Agustus lalu. “Pada 13 Agustus itu kedua belah pihak sepakat mengikat komitmen kerja sama perdagangan bebas dengan menandatangani Persetujuan Perdagangan Barang ASEAN-India Free Trade Agreement (AIFTA),” kata Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu dalam siaran persnya.
Bagi Indonesia, tambah Mari, AIFTA memiliki arti penting karena melalui perjanjian inilah Indonesia bisa mengamankan tingkat tarif minyak sawit mentah (CPO) dan minyak sawit yang sudah diolah/disuling (RPO) di India secara bertahap ke tingkat maksimum, masing-masing 37,5% dan 45%, pada 2019. Kesepakatan perdagangan bebas dengan India itu juga membuka peluang bagi peningkatan ekspor Indonesia untuk produk-produk lainnya, seperti daging, produk perikanan, susu, mentega, telur, kopi, teh, dan cokelat. Perdagangan India dan Indonesia pada 2005 baru mencapai US$2,8 miliar dan tahun lalu meningkat menjadi US$9 miliar, dengan posisi surplus di pihak Indonesia sebesar US$4 miliar. “Saat ini India mengenakan hambatan tarif (bea masuk) untuk kedua komoditas itu sebesar 80% dan 90%,” kata Mari.
Menurut Mari, India dikenal sebagai pasar yang sangat protektif dan tidak mudah ditembus. Dengan ditandatanganinya kesepakatan perdagangan bebas di pertemuan Bangkok itu, India sudah sepakat untuk menurunkan dan menghapuskan sebagian besar tarif (85% dari total pos tarif) untuk kurun waktu 2010‒2019. “Khusus untuk batu bara, yang merupakan komoditas ekspor utama Indonesia ke pasar India, Indonesia akan menikmati tarif nol persen mulai 1 Januari 2013,” ujarnya.
Perluasan Bidang Investasi India di Indonesia
Sejatinya investasi India di Indonesia telah dimulai sejak dekade 1970-an, terutama di bidang tekstil. Banyak perusahaan tekstil India yang beroperasi di Indonesia, misalnya PT Indorama dan PT Indobharat Rayon. Kedua perusahaan itu mempekerjakan sekitar 6.000 karyawan.
Kini, investasi India di Indonesia mulai merambah berbagai bidang, yang ditandai dengan masuknya investasi dari perusahaan baja dan sepeda motor India. Selain itu, sektor pertambangan dan perbankan ikut dilirik investor India. “Secara umum, ada lima bidang andalan investasi India di Indonesia, yaitu bidang tekstil, pengolahan baja, otomotif, perbankan, dan pertambangan. Kelima sektor tersebut terus dikembangkan nilai investasinya,” papar Biren.
Di bidang otomotif, investor utamanya, antara lain, ialah Bajaj Automotive Indonesia, TVS Motor Indonesia, dan Minda ASEAN Automotive. Perusahaan motor TVS yang memulai investasi dengan dana US$5 juta akan meningkatkan investasinya tahun ini menjadi US$10 juta. Begitu pula dengan Bajaj, yang mulai menghasilkan produk yang dapat bersaing dengan produk buatan Jepang di Indonesia. Hal ini akan didukung dengan adanya dua produsen otomotif asal India, yaitu Tata Motors Limited (TML) dan Mahindra Mahindra Limited (MML), yang berminat menanamkan investasi di Indonesia pasca-pameran “Made in India” di Jakarta. Ungkap Biren, “Saat ini, produk-produk otomotif buatan India sudah mampu bersaing dengan produk buatan Jepang di pasar Indonesia. Dengan peningkatan investasi perusahaan otomotif India seperti TVS, Bajaj, dan Minda, maka produk-produk yang dihasilkan perusahaan-perusahaan tersebut mampu bersaing dengan perusahaan-perusahaan investasi Jepang di Indonesia.”
Sektor perbankan India juga melebarkan sayapnya ke Indonesia. Bank SBI Indonesia, yang merupakan anak usaha State Bank of India (SBI), menargetkan investasi sebesar US$500 juta‒1 triliun dari India ke Indonesia. "Kami berupaya mendorong peningkatan jumlah investasi US$500 juta hingga US$1 triliun dalam satu hingga dua tahun mendatang,” ujar Biren. Peningkatan jumlah investasi itu salah satunya dilakukan dengan mengeluarkan pelayanan baru berupa transaksi perbankan devisa. Dengan adanya layanan baru tersebut, diharapkan kerja sama antara Indonesia dan India terjalin lebih baik, khususnya dalam hal investasi dan kegiatan ekspor-impor. Bahkan, geliat bank swasta seperti SBI terlihat lebih meningkat daripada Bank Swadeshi milik Bank of India, bank milik pemerintah India, yang telah beroperasi di Indonesia sejak 2007.
Industri tekstil India di Indonesia yang sudah beroperasi sejak 1973 seperti Elegant Textile dan Indorama serta beberapa industri tekstil lainnya juga akan meningkatkan nilai investasinya di Indonesia. “Industri tekstil merupakan industri yang pertama kali melakukan investasi di Indonesia sejak tahun '70-an. Sampai sekarang industri tersebut tetap bertahan walaupun krisis ekonomi dunia terjadi. Saya yakin industri tekstil akan terus berkembang walaupun perkembangannya cenderung perlahan,” tutur Biren yang murah senyum itu.
Biren mengatakan Indonesia merupakan tempat investasi terbesar India di bidang manufaktur dan pertambangan. “Setelah penandatanganan kesepakatan AIFTA pada 13 Agustus lalu, India akan lebih memfokuskan segmen investasinya di tiap negara ASEAN. Indonesia dikonsentrasikan pada investasi manufaktur dan pertambangan, sedangkan investasi di Singapura akan lebih diarahkan ke bidang jasa. Prospek pasar di Indonesia dalam lima tahun ke depan sangat cerah untuk bidang tersebut dibandingkan dengan negara lain di ASEAN,” jelasnya.
Alasan Berinvestasi di Indonesia
Menurut Biren, ada beberapa alasan mengapa perusahaan-perusahaan India berminat untuk lebih meningkatkan investasi di Indonesia. Alasan pertama, India dan Indonesia merupakan dua negara yang mampu bertahan menghadapi krisis ekonomi global yang menerpa banyak negara. Ujar Biren, “Negara kami selamat dari krisis karena tidak bergantung pada ekspor, melainkan berkonsentrasi pada pasar domestik. Kalau ekonomi negara lain menciut, hal yang sebaliknya justru terjadi pada ekonomi India dan Indonesia yang malah terus tumbuh.”
Alasan kedua, lanjut Biren, kedua negara memiliki pasar domestik yang sangat besar. Penduduk Indonesia sekitar 230 juta orang dan penduduk India 1,1 miliar orang. Pasar domestik inilah yang menyelamatkan India dan Indonesia. Sebesar 65% GDP India berasal dari pasar domestik. Di samping kedua hal itu, Indonesia adalah negara yang kaya akan sumber energi. “Di masa depan, India melihat prospek kerja sama dengan Indonesia dalam bidang sumber energi akan sangat menguntungkan,” tambah Biren.
Salah satu bentuk kerja sama dalam bidang energi yang telah dilakukan, misalnya, India membawa 10 juta ton aluminium ke Sumatera Selatan untuk dilelehkan. Indonesia dipilih sebagai tempat untuk melelehkan aluminium India karena Indonesia memiliki sumber energi yang besar.
Tantangan Berinvestasi di Indonesia
Namun, ada beberapa tantangan bagi pebisnis India dalam berinvestasi di Indonesia. Tantangan pertama adalah persaingan dengan produk sejenis dari negara lain yang sudah lebih dulu terkenal di Indonesia. “Untuk produk otomotif, persaingan dengan produk-produk Jepang dan inovasinya akan lebih memacu lagi semangat produsen otomotif India untuk menciptakan produk yang lebih kreatif. Hal ini bukan merupakan tantangan yang berarti menurut saya, melainkan merupakan pemicu semangat untuk berkreasi lebih baik,” papar Biren.
Tantangan kedua adalah regulasi investasi di Indonesia yang dinamis. Menurut Biren, peraturan perundang-undangan dan hukum yang dibuat hendaknya harus juga menyeimbangkan antara kebutuhan industri dan kebutuhan masyarakat. Hal ini dilakukan agar para investor India lebih bergairah dalam berinvestasi di Indonesia. Dengan regulasi yang stabil dan seimbang, maka iklim investasi di Indonesia akan makin kondusif. Untuk rencana ke depan, Biren mengungkapkan India yakin pada 2014 kerja sama perdagangan Indonesia-India akan mencapai US$20 miliar. Ini terhitung lompatan luar biasa mengingat lima tahun lalu kerja sama perdagangan dan investasi kedua negara hanya US$4 miliar.
Menurut data Departemen Perindustrian, investasi India di Indonesia selama beberapa tahun terakhir mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Baru-baru ini, misalnya, ada 10 perusahaan India yang bersiap-siap melakukan investasi di Indonesia. Mereka telah menjajaki kerja sama dengan Departemen Perindustrian. Perusahaan India tersebut, antara lain, NICCA Corp., Tata International Ltd., dan Jetline Group Companies. Mereka bergerak di bidang alat angkut, peralatan dan perlengkapan elektronik, perangkat lunak, konstruksi, jam tangan, bahan kimia, hydropower, serta pengembangan infrastruktur skala kecil, menengah, dan besar. Data Departemen Perindustrian sendiri menunjukkan India merupakan negara mitra dagang Indonesia yang penting dengan nilai total perdagangan kedua negara pada 2008 mencapai US$9,5 miliar. Ekspor Indonesia ke India mencapai US$7,16 miliar dan impornya sebesar US$2,9 miliar.
Ditulis Oleh:
WENDY S. HUTAHAEAN
( redaksi@wartaekonomi.com Alamat e-mail ini diproteksi dari spabot, silahkan aktifkan Javascript untuk melihatnya )
Tulisan ini dikutip dari majalah Warta Ekonomi No 18 tahun XXI. Judul asli tulisan ini adalah "Kian Karibnya Garuda dan Gajah."
0 komentar:
Posting Komentar